Wednesday 30 November 2016

Kebijakan Publik



Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakan publik dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik, pengertiannya sebagai berikut:
“Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah”
Kebijakan publik sesuai apa yang dikemukakan oleh Dunn mengisyaratkan adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, dimana didalamnya keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan. Kebijakan publik yang dimaksud dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Suatu kebijakan apabila telah dibuat, maka harus diimplementasikan untuk dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia, serta dievaluasikan agar dapat dijadikan sebagai mekanisme pengawasan terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.[1]

1.      Perumusan masalah merupakan langkah awal dalam pembuatan suatu kebijakan publik. Menurut William N. Dunn suatu perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda (agenda setting). Hal tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan publik dibuat dikarenakan adanya masalah publik yang terjadi, sehingga permasalahan tersebut dapat diantisipasi dan mencapai tujuan yang diharapkan. Dunn pun menjelaskan bahwa:
“Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru”
Merumuskan masalah dapat dikatakan tidaklah mudah karena sifat dari masalah publik bersifat kompleks. Oleh sebab itu lebih baik dalam merumuskan masalah mengetahui lebih dulu karakteristik permasalahannya. Pertama, suatu masalah tidak dapat berdiri sendiri oleh sebab itu, selalu ada keterkaitan antara masalah yang satu dengan yang lain. Sehingga dari hal tersebut mengharuskan dalam analisis kebijakan untuk menggunakan pendekatan holistik dalam memecahkan masalah dan dapat mengetahui akar dari permasalahan tersebut.
Kedua, masalah kebijakan haruslah bersifat subyektif, dimana masalah tersebut merupakan hasil dari pemikiran dalam lingkungan tertentu. Ketiga, yaitu suatu fenomena yang dianggap sebagai masalah karena adanya keinginan manusia untuk mengubah situasi. Keempat, suatu masalah kebijakan solusinya dapat berubah-ubah. Maksudnya adalah kebijakan yang sama untuk masalah yang sama belum tentu solusinya sama, karena mungkin dari waktunya yang berbeda atau lingkungannya yang berbeda.

2.      Implementasi Kebijakan Publik, Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah, implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir. Seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi relisasi program yang dilaksanakan. Dunn mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus dengan menyebutnya implementasi kebijakan  (policy implemtation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu.[2]
Implementasi kebijakan menurut pendapat di atas, tidak lain berkaitan dengan cara agar kebijakan dapat mencapai tujuan. Kebijakan publik tersebut diimplementasikan melalui bentuk program-program serta melalui turunan. Turunan yang dimaksud adalah dengan melalui proyek intervensi dan kegiatan intervensi. Menurut Darwin terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan proses implementasi yang perlu dilakukan, setidaknya terdapat empat hal penting dalam proses implementasi kebijakan, yaitu pendayagunaan sumber, pelibatan orang atau sekelompok orang dalam implementasi, interpretasi, manajemen program, dan penyediaan layanan dan manfaat pada public.
Persiapan proses implementasi kebijakan agar suatu kebijakan dapat mewujudkan tujuan yang diinginkan harus mendayagunakan sumber yang ada, melibatkan orang atau sekelompok orang dalam implementasi, menginterprestasikan kebijakan, program yang dilaksanakan harus direncanakan dengan manajemen yang baik, dan menyediakan layanan dan manfaat pada masyarakat. Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut adalah:
1.      Kondisi lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, lingkungan tersebut mencakup lingkungan sosio cultural serta keterlibatan penerima program.
2.      Hubungan antar organisasi. Implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
3.      Sumberdaya organisasi untuk implementasi program. Implementasi kebijakan perlu disukung sumberdaya, baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non human resources).
4.      Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana. Maksudnya adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi dimana semua itu akan mempengaruhi implementasi suatu program
Berdasarkan faktor di atas, yaitu kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi, sumberdaya organisasi untuk mengimplementasi program, karakteristik dan kemampuan agen pelaksana merupakan hal penting dalam mempengaruhi suatu implementasi program. Sehingga faktor-faktor tersebut menghasilkan kinerja dan dampak dari suatu program yaitu sejauh mana program tersebut dapat mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.

3.      Evaluasi Kebijakan Publik, Evaluasi merupakan salah satu tingkatan di dalam proses kebijakan publik, evaluasi adalah suatu cara untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program itu berjalan dengan baik atau tidak. Evaluasi mempunyai definisi yang beragam, William N. Dunn, memberikan arti pada istilah evaluasi bahwa:
“Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan”
Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan merupakan hasil kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran kebijakan. Bagian akhir dari suatu proses kebijakan adalah evaluasi kebijakan. Menurut Lester dan Stewart yang dikutip oleh Leo Agustino dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Kebijakan Publik bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan
dan untuk mengetahui apakah kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan. Jadi, evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik dapat meraih hasil yang diinginkan.
Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu:
a.       Bahwa penilaian merupakan fungsi organik karena pelaksanaan fungsi tersebut turut menentukan mati hidupnya suatu organisasi.
b.      Bahwa penilaiaan itu adalah suatu proses yang berarti bahwa penilaian adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh administrasi dan manajemen
c.       Bahwa penilaian menunjukkan jurang pemisah antara hasil pelaksanaan yang sesungguhnya dengan hasil yang seharusnya dicapai”
Pendapat di atas dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan yang telah dicapai dengan hasil yang seharusnya menurut rencana. Sehingga diperoleh informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan, serta dapat dilakukan perbaikan bila terjadi penyimpangan di dalamnya. Menurut Muchsin, evaluasi kebijakan pemerintah adalah sebagai hakim yang menentukan kebijakan yang ada telah sukses atau gagal mencapai tujuan dan dampak-dampaknya (Muchsin dan Fadillah, 2002:110). Evaluasi kebijakan pemerintah dapat dikatakan sebagai dasar apakah kebijakan yang ada layak untuk dilanjutkan, direvisi atau bahkan dihentikan sama sekali.

4.      Fungsi dan Karakteristik Evaluasi Kebijakan Publik, Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Menurut William N. Dunn fungsi evaluasi, yaitu:
“Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi”
Berdasarkan pendapat William N. Dunn di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses kebijakan yang paling penting karena dengan evaluasi kita dapat menilai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan dengan melalui tindakan publik, dimana tujuan-tujuan tertentu dapat dicapai. Sehingga kepantasan dari  kebijakan dapat dipastikan dengan alternatif kebijakan yang baru atau merevisi kebijakan. Evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya yaitu:
a.       Fokus nilai, Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program.
b.      Interdependensi Fakta-Nilai, Tuntutan evaluasi tergantung baik ”fakta” maupun “nilai”.
c.       Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau, Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan.
d.      Dualitas nilai, Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.
Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik evaluasi terdiri dari empat karakter. Yang pertama yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari suatu kebijakan dalam ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua yaitu interdependensi fakta-nilai, karena untuk menentukan nilai dari suatu kebijakan bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dilihat dari bukti atau fakta bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga yaitu orientasi masa kini dan masa lampau, karena tuntutan evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari kebijakan tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain.



[1] Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
[2] Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

No comments:

Post a Comment