Monday 30 November 2015

SISTEM PERGANTIAN TEMPAT (MUNASAKHAH)



A. DEFINISI MUNASHAHAH
Munasakhah menurut bahasa artinya menyalin dan menghilangkan. Seperti kalimat نسخت كتاب (saya menyalinnya ke naskah lain). نسخت الشمس الظل (matahari menghilangkan bayangan). Yang bermakna pertama adalah firman Allah SWT :
انا كنا نستنسخ ما كنتم تعملون ( الجاثية : 29 )
"Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan" (QS. Al-Jatsiyah : 29).
Yang bermakna kedua adalah firman Allah SWT :
ما ننسخ من اية او ننسخ نأت بخير منها او مثلها... ( البقرة : 106 ).
”Apa saja yang Kami nasakhkan (hilangkan) atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, maka Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. (QS. Al-Baqarah: 106).
Baik munasakhah diartikan menurut definisi yang pertama maupun yang kedua, keduanya sudah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1) Harta pusaka si pewaris belum dibagi-bagikan kepada ahli waris menurut ketentuan pembagian harta pusaka.
2) Adanya kematian dari seseorang atau beberapa orang ahli warisnya.
3) Adanya pemindahan bagian harta pusaka dari orang yang mati kemudian kepada ahli waris yang lain atau kepada ahli warisnya yang semula menjadi ahli waris terhadap orang yang pertama harus dengan jalan mempusakai. Kalau pemindahan bagian tersebut karena suatu pembelian atau penghibahan maupun hadiah, hal itu di luar pembahasan munasakhah.
4) Pemindahan bagian ahli waris yang telah meninggal kepada ahli warisnya.

Keputusan MK Kontroversi Loloskan Calon Tunggal di Pilkada



JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, daerah yang punya pasangan calon tunggal tetap bisa melaksanakan Pilkada. Nantinya, mereka dipilih dengan cara referendum atau sistem setuju atau tidak setuju.
Putusan itu lantas dianggap kontroversial oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria. Sistem referendum itu dianggapnya berpotensi memborosi uang negara jika ternyata hasilnya adalah tidak setuju.
"Masyarakatkan menyatakan setuju dan tidak setuju, kalau tidak setuju pemilu tetap 2017. Itu artinya pemborosan. Ini membingungkan masyarakat, karena norma baru. Masyarakat tidak terbiasa referendum. Nanti lama-lama masyarakat bisa-bisa sedikit-sedikit minta referendum," ungkapnya kepada wartawan, Rabu (30/9/2015).
Padahal, sebutnya, semangat Pilkada yang diusung selama ini adalah efektif dan efisien.
Hal lainnya, kata Riza, MK berpotensi membuka ruang adanya "permainan" monopoli calon dari partai politik berkepentingan.
"Kalau hasil MK begini memungkinkan satu pasangan calon. Itu tidak bijak. Bisa saja borongan partai ini, terus enggak ada lawan. Tetapin saja," ketusnya.
Diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada atau UU Pilkada. Putusan itu membuat Pilkada bisa diselenggarakan meski hanya dengan calon tunggal.

(http://news.okezone.com/read/2015/09/30/337/1223304/keputusan-mk-kontroversi-loloskan-calon-tunggal-di-pilkada)

Analisis:

Ada beberapa hal yang bisa diambil dari berita diatas, yaitu:
-          Mahakamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada atau UU Pilkada
-          Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, daerah yang punya pasangan calon tunggal tetap bisa melaksanakan Pilkada. Nantinya, mereka dipilih dengan cara referendum atau sistem setuju atau tidak setuju
-          Putusan itu lantas dianggap kontroversial oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan oleh pakar komunikasi politik Effendi Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru. Mereka mengajukan uji materi Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai bahwa undang-undang mengamanatkan pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Dengan demikian, pemilihan kepala daerah harus menjamin terwujudnya kekuasan tertinggi di tangan rakyat.

Putusannya, Mahkamah Konstitusi memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015.

Dalam kasus diatas, beberapa hal pada putusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap kontroversial oleh Wakil Ketua Komisi II DPR Ri Ahmad Riza Patria, yaitu
1)      Membingungkan masyarakat
2)      Ditakutkan masyarakat akan sedikit-sedikit meminta referendum
3)      Berpotensi membuka ruang adanya permainan monopoli


Dalam 3 hal diatas, poin nomor 3 adalah hal yang benar adanya. dengan Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada atau UU Pilkada, membuat Pilkada bisa diselenggarakan mesik hanya dengan calon tunggal. Hal tersebut tentunya bisa membuat keuntungan untuk beberapa golongan tertentu, seperti partai partai politik yang berkepntingan dan bermain nakal nantinya.
Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria, hal tersebut berpotensi membuka ruang terjadinya permainan Monopoli calon dari partai-partai golongan terntentu. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memungkinkan hanya ada satu pasangan calon yang pada akhirnya meyebabkan pasangan tersebut tidak mempunyai lawan sama sekali. Hal seperti ini dianggap tidak bijak oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria
Disisi lain, hal-hal diatas juga dianggap berpotensi menimbulkan tanda tanya pada masyarakat karena adanya norma baru, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria menggangap masyarakat tidak terbiasa dengan referendum dan menganggap kedepannya masyarakat akan selalu meminta Referendum. Menurut dia, referendum tersebut dapat dimanfaatkan oleh partai politik untuk mengerahkan berbagai kekuatan dukungan, materi dan massa, guna memengaruhi pemilih menyetujui calon tunggal dimenangkan dalam Pilkada Serentak 2015.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria juga mempersalahkan tentang pemborosan uang negara tentang hasil putusan Mahkamah Konstitusi ini, dia menganggap jiak hasilanya nanti adalah tidak setuju, maka akan terjadi pemborosan terhadap keuangan negara.
Hal-hal diatas dianggap bertentangan denga Pilkada yang diusung selama ini, yaitu efektik dan efisien. Hal-hal diatas memang membuktikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini Kontroversial karena potensi-potensi masalah yang akan ditimbulkan kedepannya, putusan Mahkamah Konstitusi itu juga tidak sesuai dengan semangat efesien anggaran dari pelaksanaan Pilkada. Karena seharusnya, bila calon tunggal tidak disetujui oleh pemilih, maka akan terjadi pemilihan ulang. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga tidak memutuskan secara tegas terkait waktu berlakunya putusan tersebut.
Berbeda dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, dia setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Menurut Tjahjo, dengan mekanisme menyerupai referendum, yakni dalam surat suara, pemilih hanya perlu mencoblos gambar calon tunggal dengan 'setuju' atau 'tidak setuju'. Dengan demikian tidak mungkin pemilih melakukan kecurangan. "Kalau menurut saya, berarti tidak perlu ada gugatan, MK perlu menolak. Tinggal satu paslon ini membuat kecurangan kan pasti masyarakat tidak akan memilih, MK lah yang memutuskan," kata Tjahjo