Untuk
mengenal bagaimana penanggulangan terhadap WCC (White Collar Crime) kita harus
tahu dulu apa itu WCC. Terdapat beberapa kalangan ilmuwan sosial yang
mengemukakan defenisi tentang White-Collar Crime. Akan tetapi, istilah
White-Colar Crime pertama kali dikemukakan oleh Sutherland yang dikenalkan
dengan istilah White-Collar Criminal. Menurut Sutherland white-collar criminal
adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berstatus sosial ekonomi tinggi
yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya (1949:9) .
Pendapat lain
yang dikemukakan Edward Alshworth Ross (1907) yang mengistilahkan white colar
crime dengan istilah lain yaitu Criminaloid. Criminoloid menurut Edward
Alshwort Ross adalah : “Orang yang memperoleh kemakmuran dengan melakukan
tindakan yang memalukan tetapi belum merupakan tindakan yang dilarang oleh
masyarakat. Sesungguhnya mereka bersalah menurut kacamata hukum; namun karena
di mata masyarakat dan menurut dirinya sendiri adalah tidak bersalah,
tindakannya tidak disebut sebagai kejahatan. Pembuat hukum dapat saja
menyatakan tindakannya yang tidak benar tersebut sebagai kejahatan, namun
karena moralitas berpihak padanya, mereka luput dari hukuman dan celaan” .
Dilain pihak,
Albert Morris (1935) mengemukakan istilah criminals of the upperworld sebagai
istilah lain dari white colar crime. Dalam konsepsinya Albert Moris berpendapat
bahwa “penjahat-penjahat kalangan atas merupakan batasan tentang banyak orang
yang tidak pernah secara jelas dikategorikan sebagai kelompok penjahat yang
karena kedudukan sosialnya, kepandaiannya, dan cara-cara melakukan kejahatannya
yang menyebabkan mereka dapat bergerak seperti warga masyarakat umum lainnya,
yang tak pelak lagi terbebas dari kemungkinan diketahui sebagai penjahat dan
dihukum sebagai penjahat” .
Berdasarkan
pengertian diatas, white colar crime dapat dicirikan yang antara lain adalah:
•
Penyalahgunaan wewenang
• Demi
keuntungan/kepentingan pribadi
• Pelaku
dengan status sosial terhormat
• Pelaku
adalah individu/kelompok berpendidikan tinggi
• Dampak
jangka panjang
• Korban
tidak menyadari
Dengan
begitu, menurut Myrdal (dalam Lubis,
1987), memberikan saran bagaimana menanggulangi WCC, antara lain:
- Pengaturan dan prosedur untuk
keputusan-keputusan
- Administratif yang menyangkut
orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas
- Pengadakan pengawasan yang lebih
keras,
- Kebijaksanaan pribadi dalam
menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin
- Gaji pegawai yang rendah harus
dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin
- Satuan-satuan pengamanan
termasuk polisi harus diperkuat
- Hukum pidana dan hukum atas
pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang
menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula.
Ada pula
menurut Kartono (1983) menyarankan antara lain:
1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut
memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan
bersifat acuh tak acuh.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang
positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
3. para pemimpin dan pejabat
memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk
menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.
5. Reorganisasi dan rasionalisasi
dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta
jawatan dibawahnya.
6. Adanya sistem penerimaan pegawai
yang berdasarkan "achievement" dan bukan berdasarkan sistem
"ascription".
7. Adanya kebutuhan pegawai negeri
yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah.
8. Menciptakan aparatur pemerintah
yang jujur
9. Sistem budget dikelola oleh
pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem
kontrol yang efisien.
10. Herregistrasi (pencatatan ulang)
terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.