Tuesday 31 January 2017

Imigran Gelap Serta Dampaknya



Migrasi bukanlah fenomena yang baru. Selama berabad-abad, manusia telah melakukan perjalanan untuk berpindah mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang lain. Dalam beberapa dekade terakhir ini, proses globalisasi telah meningkatkan faktor yang mendorong para imigran untuk mencari peruntungan di luar negeri. Hal ini kemudian menyebabkan meningkatnya jumlah aktivitas migrasi dari negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Eropa Timur ke Eropa Barat, Australia dan Amerika Utara (http://www.interpol.int/). Berangkat dari fenomena inilah kemudian muncul praktik penyimpangan, yaitu melakukan aksi untuk memindahkan manusia ke negara-negara tujuan secara ilegal karena batasan dan ketidakmampuan dari para imigran dalam memenuhi syarat sebagai imigran resmi.
Ilegal migration diartikan sebagai suatu usaha untuk memasuki suatu wilayah tanpa izin. Imigran gelap dapat pula berarti bahwa menetap di suatu wilayah melebihi batas waktu berlakunya izin tinggal yang sah atau melanggar atau tidak memenuhi persyaratan untuk masuk ke suatu wilayah secara sah (Gordon H. Hanson). Terdapat tiga bentuk dasar dari imigran gelap yakni sebagai berikut;
·            Melintasi perbatasan secara ilegal (tidak resmi).
·            Melintasi perbatasan dengan cara, yang secara sepintas adalah resmi (dengan cara yang resmi), tetapi sesungguhnya menggunakan dokumen yang dipalsukan atau menggunakan dokumen resmi milik seseorang yang bukan haknya, atau dengan menggunakan dokumen remsi dengan tujuan yang ilegal.
·            Tetap tinggal setelah habis masa berlakunya status resmi sebagai imigran resmi (Friedrich Heckmann).
            Philip Martin dan Mark Miller menyatakan bahwa smuggling merupakan suatu istilah yang biasanya diperuntukkan bagi individu atau kelompok , demi keuntungan, memindahkan orang-orang secara tidak remsi (melanggar ketentuan Undang-Undang) untuk melewati perbatasan suatu negara. Sedangkan PBB dalam sebuah Konvensi tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi memberikan definisi dari smuggling of migrants sebagai sebuah usaha pengadaan secara sengaja untuk sebuah keuntungan bagi masuknya seseorang secara ilegal ke dalam suatu negara dan/atau tempat tinggal yang ilegal dalam suatu negara, dimana orang tersebut bukan merupakan warga negara atau penduduk tetap dari negara yang dimasuki (Philip, op cit).
Indonesia merupakan salah satu negara yang harus berhadapan dengan permasalahan orang asing pencari suaka dan pengungsi yang masuk dan tinggal di wilayah Indonesia. Meski bukan negara tujuan, dengan konsekuensi letak geografis, negara Indonesia merupakan tempat persinggahan terakhir dari gelombang pencari suaka dan pengungsi untuk ke negara tujuan, yaitu Australia. Kehadiran imigran ilegal tersebut akan memunculkan masalah demografi (Kependudukan); dan berkaitan dengan konflik ekonomi sosial serta berbanding lurus dengan tingkat kriminalitas. Selain itu merupakan sebuah implikasi lemahnya sistem keamanan NKRI sehingga melahirkan permasalahan tersendiri dan sangat signifikan di Indonesia yaitu timbulnya dampak di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan nasional, dan kerawanan keimigrasian, karena tak sedikit kasus yang juga mengindikasikan adanya penyelundupan manusia.
Seperti beberapa contoh berikut terkait permasalahan baru yang harus ditanggung Indonesia bila tidak menanggapi serius isu imigran gelap. ketika para imigran ilegal berinteraksi dan bersosialisasi dengan warga yang tinggal sekitar Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi) , Imigran ilegal dapat menyebarkan pengaruh negatif: minuman keras, pelecehan seksual, perselingkuhan, seks bebas hingga permasalahan hutang-piutang di warung serta tindakan asusila lainnya melawan moral dan etika bangsa Indonesia.

Peran IOM Dalam Mengatasi Imigran Gelap Di Indonesia



International Organization of Migration (IOM) dan United Nation High Commisioner of Refugees (UNHCR) sangat dibutuhkan dalam menangani masalah pencari suaka maupun pengungsi.  Untuk itu dibutuhkan suatu peran dalam menangani permasalahan imigran illegal tersebut. Dalam teori peran, perilaku individu harus dipahami dan dimaknai dalam konteks sosial. Peran (role) adalah perilaku yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang yang menduduki posisi baik posisi berpengaruh dalam organisasi maupun dalam sikap negara. Setiap orang yang menduduki posisi itu diharapkan berperilaku sesuai dengan sifat posisi itu. Menurut pendapat K.J. Holsti, konsep peran yang berhubungan dengan organisasi internasional, bahwa peranan merefleksikan kecenderungan pokok serta sikap terhadap lingkungan eksternal, terhadap variabel sistem, geografi dan ekonomi.Dalam pembahasan ini, yang menjadi focus adalah peran organisasi migrasi internasional yaitu peran dari IOM terhadap imigran illegal yang masuk ke Indonesia.
Konsep peran yang menjadi sebuah pertanyaan mengenai peran IOM dalam mengatasi masuknya imigran gelap ke Indonesia, Hasil wawancara tim kami dengan Prof. Tulus Warsito mengatakan “Ketika ada cita-cita yang mirip, entah antar organisasi atau antar Lembaga negara, pasti akan bekerja sama. IOM sendiri memiliki relasi kerjasama dengan Bakornas, Bappernas, BNP2TKI, Polri, Ditjen Imigrasi, Departemen Kesehatan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Hukum dan HAM,   ASEAN Secretariat,World Bank dan yang lainnya.”
Indonesia meminta IOM membantu memberikan dana untuk kebutuhan migran irregular itu. Sumber pendanaan menurut Prof. Tulus Warsito mengatakan “ sumber dana IOM itu sendiri “Dari internal yaitu anggota sendiri, dan eksternal dari  sumber lain seperti dari pemerintah negara-negara maju, palang merah, Java Reconstruction Fund, LSM, dan juga World Bank.” Melihat Indonesia belum menjadi pihak Konvensi PBB mengenai Status Pengungsi 1951 dan Protokolnya 1967, (Konvensi Pengungsi) selain itu Indonesia juga meminta bantuan UNHCR untuk melanjutkan atau menempatkan mereka di negara ketiga Sisanya bisa dipulangkan ke negara asalnya dengan bantuan IOM. Akan tetapi pemulangan terpaksa melawan Undang undang Dasar IOM, jadi ada migran yang tetap di Karantina yang tidak mau dan tidak bisa dipulangkan. Kelompok ini, bersama dengan orang diakui pengungsi oleh UNHCR tetapi yang belum mendapat resettlement, menjadi beban untuk negara Indonesia.
Keberadaan IOM sangat membantu pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan yang terkait dengan migrasi yang merupakan salah satu misi inti dari International Organization for Migration (IOM). Bekerjasama dengan pemerintah nasional dan pemerintah daerah setempat, disamping dengan masyarakat internasional, dan sebuah jaringan luas organisasi swadaya, IOM Indonesia membantu Pemerintah Indonesia mengembangkan dan melaksanakan kebijakan, perundang-undangan dan mekanisme administratif migrasi dengan memberikan bantuan teknis dan pelatihan kepada para pejabat migrasi dan membantu para migrasi yang membutuhkannya.
IOM Indonesia melaksanakan sebuah program kontra-trafiking nasional melalui kerjasama secara erat dengan badan pemerintah dan LSM lokal untuk memerangi bentuk perbudakan modern ini melalui pendekatan yang komprehensif yang mencakup pencegahan trafiking, termasuk pendidikan dan pemberdayaan masyarakat; perlindungan korban, termasuk pemulangan, pemulihan dan reintegrasi; penuntutan para pelaku trafiking, termasuk pelatihan pejabat penegak hukum; dan melalui riset. Komitmen IOM untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan oleh badan-badan pemerintahan juga tercermin dalam program enam tahun nya untuk mendukung upaya pemerintah mereformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). IOM memfasilitasi pelatihan di bidang HAM dan perpolisian masyarakat (Polmas), dan membantu mendirikan forum dimana para anggota Polri dan masyarakat secara bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan penegakan hukum. IOM Indonesia terus menangani kebutuhan para penduduk yang rentan dan berpindah di seluruh nusantara; program dan proyek yang sedang dikembangkan akan terus menyediakan layanan tersebut dalam tahun-tahun mendatang.