JAKARTA
- Mahkamah
Konstitusi (MK) memutuskan, daerah yang punya pasangan
calon tunggal tetap
bisa melaksanakan Pilkada. Nantinya, mereka dipilih dengan cara referendum atau
sistem setuju atau tidak setuju.
Putusan itu lantas dianggap kontroversial
oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria. Sistem referendum itu
dianggapnya berpotensi memborosi uang negara jika ternyata hasilnya adalah
tidak setuju.
"Masyarakatkan menyatakan setuju dan
tidak setuju, kalau tidak setuju pemilu tetap 2017. Itu artinya pemborosan. Ini
membingungkan masyarakat, karena norma baru. Masyarakat tidak terbiasa
referendum. Nanti lama-lama masyarakat bisa-bisa sedikit-sedikit minta
referendum," ungkapnya kepada wartawan, Rabu (30/9/2015).
Padahal, sebutnya, semangat Pilkada yang
diusung selama ini adalah efektif dan efisien.
Hal lainnya, kata Riza, MK
berpotensi membuka ruang adanya "permainan" monopoli calon dari partai politik
berkepentingan.
"Kalau hasil MK begini memungkinkan satu
pasangan calon. Itu tidak bijak. Bisa saja borongan partai ini, terus enggak
ada lawan. Tetapin saja," ketusnya.
Diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada atau UU Pilkada. Putusan itu
membuat Pilkada bisa diselenggarakan meski hanya dengan calon tunggal.
(http://news.okezone.com/read/2015/09/30/337/1223304/keputusan-mk-kontroversi-loloskan-calon-tunggal-di-pilkada)
Analisis:
Ada beberapa hal yang
bisa diambil dari berita diatas, yaitu:
-
Mahakamah Konstitusi mengabulkan
sebagian gugatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada atau UU
Pilkada
-
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan,
daerah yang punya pasangan calon tunggal tetap bisa melaksanakan Pilkada.
Nantinya, mereka dipilih dengan cara referendum atau sistem setuju atau tidak
setuju
-
Putusan itu lantas dianggap
kontroversial oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan
permohonan uji materi yang diajukan oleh pakar komunikasi politik Effendi
Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru. Mereka mengajukan uji materi Pasal 49 ayat
(8) dan ayat (9), Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52
ayat (2), Pasal 54 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai
bahwa undang-undang mengamanatkan pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat
untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Dengan demikian,
pemilihan kepala daerah harus menjamin terwujudnya kekuasan tertinggi di tangan
rakyat.
Putusannya, Mahkamah Konstitusi memperbolehkan
daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak
periode pertama pada Desember 2015.
Dalam kasus diatas,
beberapa hal pada putusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap kontroversial oleh
Wakil Ketua Komisi II DPR Ri Ahmad Riza Patria, yaitu
1) Membingungkan
masyarakat
2) Ditakutkan
masyarakat akan sedikit-sedikit meminta referendum
3) Berpotensi
membuka ruang adanya permainan monopoli
Dalam 3 hal diatas,
poin nomor 3 adalah hal yang benar adanya. dengan Mahkamah Konstitusi
mengabulkan sebagian gugatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada
atau UU Pilkada, membuat Pilkada bisa diselenggarakan mesik hanya dengan calon
tunggal. Hal tersebut tentunya bisa membuat keuntungan untuk beberapa golongan
tertentu, seperti partai partai politik yang berkepntingan dan bermain nakal
nantinya.
Seperti yang dikatakan
oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria, hal tersebut berpotensi
membuka ruang terjadinya permainan Monopoli calon dari partai-partai golongan
terntentu. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memungkinkan hanya ada satu
pasangan calon yang pada akhirnya meyebabkan pasangan tersebut tidak mempunyai
lawan sama sekali. Hal seperti ini dianggap tidak bijak oleh Wakil Ketua Komisi
II DPR RI Ahmad Riza Patria
Disisi lain, hal-hal
diatas juga dianggap berpotensi menimbulkan tanda tanya pada masyarakat karena
adanya norma baru, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria menggangap
masyarakat tidak terbiasa dengan referendum dan menganggap kedepannya
masyarakat akan selalu meminta Referendum. Menurut dia, referendum tersebut
dapat dimanfaatkan oleh partai politik untuk mengerahkan berbagai kekuatan
dukungan, materi dan massa, guna memengaruhi pemilih menyetujui calon tunggal
dimenangkan dalam Pilkada Serentak 2015.
Wakil Ketua Komisi II
DPR RI Ahmad Riza Patria juga mempersalahkan tentang pemborosan uang negara
tentang hasil putusan Mahkamah Konstitusi ini, dia menganggap jiak hasilanya
nanti adalah tidak setuju, maka akan terjadi pemborosan terhadap keuangan
negara.
Hal-hal diatas dianggap
bertentangan denga Pilkada yang diusung selama ini, yaitu efektik dan efisien.
Hal-hal diatas memang membuktikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini
Kontroversial karena potensi-potensi masalah yang akan ditimbulkan kedepannya,
putusan Mahkamah Konstitusi itu juga tidak sesuai dengan semangat efesien
anggaran dari pelaksanaan Pilkada. Karena seharusnya, bila calon tunggal tidak
disetujui oleh pemilih, maka akan terjadi pemilihan ulang. Selain itu, Mahkamah
Konstitusi juga tidak memutuskan secara tegas terkait waktu berlakunya putusan
tersebut.
Berbeda dengan Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, dia setuju dengan putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut. Menurut Tjahjo, dengan mekanisme menyerupai referendum,
yakni dalam surat suara, pemilih hanya perlu mencoblos gambar calon tunggal
dengan 'setuju' atau 'tidak setuju'. Dengan demikian tidak mungkin pemilih
melakukan kecurangan. "Kalau menurut saya, berarti tidak perlu ada
gugatan, MK perlu menolak. Tinggal satu paslon ini membuat kecurangan kan pasti
masyarakat tidak akan memilih, MK lah yang memutuskan," kata Tjahjo
No comments:
Post a Comment