Kepailitan
merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan
untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah
pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya,
Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Adapun pengertian dari Pasal 1 angka 1
UUK-PKPU yang berbunyi, “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh curator dibawah
pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.
Kemudian
terdapat pula Sejarah dan perkembangan kepailitan yang masuk di Indonesia , masuknya
aturan-aturan kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van
Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut dikarenakan
Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III
KUHD. Namun akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan
kepailitan baru yang berdiri sendiri.
Aturan
mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang
berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348
Tahun 1906. Arti kata Failisment Verordenning itu sendiri diantara para sarjana
Indonesia diartikan sangat beragam. Ada yang menerjemahkan kata ini dengan
Peraturan-peraturan Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan Tjitrosidibio
melalui karyanya yang merupakan acuan banyak kalangan akademisi menyatakan
bahwa Failisment Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-Undang
Kepailitan (UUPK).
Undang-Undang
Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam jangka
waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun 1905 sampai dengan Tahun 1998 atau
berlangsung selama 93 Tahun. Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini
sempat tidak diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh
Pemerintah Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada
masa itu. Akan tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan
Kepailitan peninggalan Belanda diberlakukan kembali.
Pada
tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan
banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu
PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang
Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu isi atau substansi dari PERPU
itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya PERPU
ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam
perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk hukum yang baru mengenai Kepailitan
yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.
No comments:
Post a Comment