Monday 2 June 2014

PENGAKUAN INTERNASIONAL



 (disusun oleh kelompok 1 Kelas HI angkatan 2013 brawijaya kelas E)

I. PENDAHULUAN
Dalam pengantar ilmu hukum internasional , kita akan menemukan betapa pntingnya pengakuan dalam hukum internasional dalam hubungan antar Negara sebagai mana diakui oleh semua sarana hukum internasional, dalam hukum internasional pengakuan sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan sejarah hukum internasional.
Pembahasan mengenai pengakuan dalam hukum internasional ini semoga dapat bermanfaat,  karena tetap merupakan suau masalah aktual yang menyagkut berbagai bidang hubungan antar Negara, karena masyarakat internasional merupakan masyarakat yang dinamis berubah dari waktu ke waktu. Perubahan-perubahan inilah yang menyebabkan masyarakat internasional diahadapkan dua pilihan mengakui atau tidak mengakui. Oleh sebab itulah tanpa mendapatkan pengakuan Negara tersebut akan mengalami kesulitan dalam melakukan hubunan antar Negara.
Negara merupakan salah satu subyek dari hukum internasional yang sifatnya dinamis. Identitas dan jumlah negara dalam masyarakat internasional tidak selalu tetap, melainkan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Negara-negara lama lenyap atau bergabung dengan negara lain untuk kemudian membentuk sebuah negara baru, atau terpecah menjadi beberapa negara baru, dan juga ada wilayah yang berusaha memerdekakan diri dan menamakannya suatu bangsa.
Namun untuk dapat menjadi suatu negara, dibutuhkan pengakuan dari negara lain, apakah suatu negara menyetujui negara yang baru muncul tersebut. Sebab, eksistensi suatu negara juga berkenaan dengan kemampuannya menyelenggarakan hubungan internasional, meskipun kepastian batas wilayah belum ditentukan.
Pada akhirnya, masalah pengakuan mau tidak mau harus dihadapi oleh negara-negara, terutama apabila hubungan diplomatik dengan negara atau pemerintah yang diakui itu dianggap perlu untuk dipertahankan. Oleh karena itu penulis berupaya untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pengakuan.


II. RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian pengakuan?
2.      Apa saja teori-teori pengakuan?
3.      Apa saja macam-mavam pengakuan?
4.      Apa saja bentuk-bentuk pengakuan?
5.      Bagaimana cara pemberian pengakuan?
6.      Apa saja akibat hokum dari pengakuan?

















III. PEMBAHASAN

3.1 PENGERTIAN PENGAKUAN
Pengakuan merupakan tindakan politis suatu negara untuk mengakui negara baru sebagai subjek hukum internasional yang menimbulkan  akibat hukum tertentu. Yang dimana pengakuan memiliki fungsi memberikan tempat yang sepantasnya kepada suatu negara atau pemerintahan baru sebagai anggota masyarakat internasional.

Pegakuan menurut beberapa ahli:
-  J.B. Moore
makna pengakuan adalah sebagai jaminan bahwa negara baru tersebut diterima sebagai anggota masyarakat internasional,

-  Lauterpacht dan Chen
pemberian pengakuan merupakan suatu kewajiban hukum,

-  Ian Brownlie
pengakuan adalah optional dan politis,

-  D.J. Haris
suatu negara tetap negara, meskipun belum atau tidak diakui sama sekali,

-  Podesta Costa
tindakan pengakuan merupakan tindakan fakultatif

Pengakuan merupakan sesuatu unsur yang mutlak atau merupakan salah satu syarat yang harus ada apabila sebuah negara dikatakan ada dan berdiri sendiri serta bebas dari kepemimpinan bangsa lain. Dimana Dalam Konvensi Montevideo, tahun 1993, menyebutkan unsur-unsur berdirinya suatu negara antara lain berupa rakyat, wilayah yang permanen, penguasa yang berdaulat, kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lainnya, dan pengakuan (deklaratif). Sedangkan pada pasal 3 Deklarasi Montevideo tahun 1993 menyatakan ”keberadaan politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain.” Sedangkan menurut ahli kenegaraan Oppenheimer dan Lauterpacht, syarat berdirinya suatu negara haruslah memenuhi unsur-unsur tertentu, yaitu rakyat yang bersatu, daerah atau wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain.

3.2 TEORI-TEORI PENGAKUAN
Salah satu materi penting dalam pengajaran hukum internasional adalah masalah pengakuan (recognition).  Dalam hubungan itu ada beberapa teori :
v  Teori Deklaratoir
Menurut teori Deklaratoir, pengakuan hanyalah sebuah pernyataan formal saja bahwa suatu negara telah lahir atau ada. Artinya, ada atau tidaknya pengakuan tidak mempunyai akibat apa pun terhadap keberadaan suatu negara sebagai subjek hukum internasional. Dengan kata lain, ada atau tidaknya pengakuan tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban suatu negara dalam hubungan internasional.
Kelemahan Teori Deklaratoir
  1. Karena pengakuan hanya bersifat formalitas, apabila negara baru lahir tetapi tidak mendapat pengakuan dari negara lain sehingga tidak ada negara yang mau mengadakan hubungan dengan negara tersebut, maka negara tersebut tidak dapat melangsungkan hidupnya secara baik seperti negara lainnya.

v  Teori Konstitutif
Berbeda dengan penganut Teori Deklaratoir, menurut penganut Teori Konstitutif, pengakuan justru sangat penting. Sebab pengakuan menciptakan penerimaan terhadap suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Artinya, pengakuan merupakan prasyarat bagi ada-tidaknya kepribadian hukum internasional (international legal personality) suatu negara.  Dengan kata lain, tanpa pengakuan, suatu negara bukan atau belumlah merupakan subjek hukum internasional.
Kelemahan teori konstitutif:
  1. karena masalah pengakuan bukan merupakan kewajiban, maka ada kemungkinan apabila ada negara baru lahir, maka akan diterima oleh sekelompok negara tetapi ditentang oleh sekelompok negara lain.
  2. Kelemahan lain dari teori konstitutif adalah tidak adanya ketentuan yang mengatur berapa seharusnya jumlah minimal negara-negara yang memberi pengakuan.

v  Teori Pemisah atau Jalan Tengah.
Karena adanya perbedaan pendapat yang bertolak belakang itulah lantas lahir teori yang mencoba memberikan jalan tengah. Teori ini juga disebut Teori Pemisah karena, menurut teori ini, hendaknya dibedakan antara negara sebagai pribadi internasional pada satu pihak, dan kemampuan negara itu sebagai pribadi internasional dalam melaksanakan hak dan kewajiban internasionalnya.
Suatu negara untuk dikatakan memiliki pribadi internasional atau sebagai negara menurut hukum internasional, tidak membutuhkan pengakuan dari negara lain. Di lain pihak sebagai pribadi internasional yang membutuhkan adanya hubungan dengan negara lain, maka diperlukan pengakuan untuk mengadakan hubungan yang akan melahirkan hak dan kewajiban internasional yang harus dilaksanakan pada level internasional. Jadi boleh dikatakan teori jalan tengah ini lebih pragmatis dan realistis.

3.3              MACAM-MACAM PENGAKUAN
1.      Pengakuan Berdasarkan Sifatnya:
a.      Pengakuan Tidak Langsung atau diam-diam (implied recognition)
adalah keadaan-keadaan yang secara tegas mengindikasikan kemauan untuk menjalin hubungan resmi dengan negara atau pemerintah baru.
Dalam praktek peristiwa-peristiwa yang disimpulkan:
Ø  melegitimasi pengakuan secara tidak  Penandatangan suatu traktat resmi bilateral oleh langsung,adalah; negara yang mengakui dan yang diakui. Contoh;penandatangan Treaty of uCommerce antara Cina Nasionalis dengan Amerika Serikat pada tahun1928.
Ø  Dimulainya hubungan diplomatik resmi antar negara yang diakui dan yang mengakui.
Ø  Dikeluarkannya suatu exequatur konsuler (duta besar) oleh negara yang mengakui bagi konsulnegara yang diakui.

b.      Pengakuan Bersyarat
Jarang terjadi negara-negara diakui secara bersyarat, umumnya berupasuatu kewajiban yang harus dipenuhi negara itu, akibat pengakuanbersyarat demikian adalah apabila keawjiban-kewajiban tidak dipenuhitidak akan menghapus pengakuan yang sudah diberikan, karena sekalipengakuan itu diberikan maka tindakan tersebut tidak dapat ditarikkembali. Apabila dengan syarat yang ditentukan negara tidakmemenuhinya tentu saja akan menimbulkan suatu pelanggaran, denganpelanggran atas syarat-syarat tersebut maka negara yang diakui dapatdinyatakan bersalah melanggar hukum internasional, dan terbukakesempatan bagi negara yang mengkui untuk memutuskan hubungandiplomatik sebagai sanksinya.
c.       Pengakuan kolektif
Pengakuan kolektif adalah pengakuan yang diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional atau koferensi multilateral. Contoh : melalui hesinky treaty tahun 1975, Negara-Negara NATO mengakui republic demokrasi jerman timur mengakui republic pederal Jerman.
d.      Pengakuan terhadap Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan
Terhadap Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan tidak akan mempengaruhi pengakuan suatu negara. Tepatnya apabila pemerintah dari suatu negara menolak memberikan pengakuan terhadap suatu perubahan dalam bentuk pemerintahan negara lain, maka hal ini bukan berarti menghapuskan pengakuan terhadap status kenegaraanya.
2.      Pengakuan berdasarkan jenisnya:
a.      Pengakuan de facto adalah pengakuan yang di berikan dengan anggapan dan kepercayaan bahwa yang di akui untuk sementara dan dengan reservasi dikemudian hari telah memenuhi syarat dan hubungan internasional. Pegankuan de jure berarti bahwa menurut Negara yang mengakui, Negara atau pemerintah yang diakui secara formal telah memenuhi persyaratan yang di tentukan hukum internasional untuk dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat Indonesia.
b.      Pengakuan de jure adalah pengakuan yang di dasarkan pertimbangan bahwa yang di akui telah memenuhi syarat untuk ikut serta dalam hubungan internasional. Pengakuan de facto berarti bahwa menurut Negara yang mengakui untuk sementaradan secara temporer serta dengan gejala reservasi yang layak dimasa mendatang bahwa Negara atau pemerintah yang telah diakui telah memenuhi syarat berdasarkan fakta (de facto). Oleh karena itu Nampak bahwa sebutan de jure dan de facto secara tegas, tidak merupakan deskripsi atas proses pengakuan itusendiri, tetapi mempunyai hubungan dengan status negara atau pemerintah tertentu untuk siapa pengakuan itu dikeluarkan.


3.4 BENTUK-BENTUK PENGAKUAN
1.      PENGAKUAN NEGARA BARU
Tindakan satu atau lebih Negara untuk mengakui suatu kesatuan masyarakat yang terorganisir yang mendiami wilayah tertentu, bebas dari Negara lain serta mampu menaati kewajiban Hukum Internasional dan menganggapnya sebagai anggota masyarakat.

Prinsip Umum :
a)      Dilaksanakan berdasarkan prinsip self determination ( hak untuk menentukan nasib sendiri ) .
b)      Dibentuk secara demokratis .
c)      Menerima kewajiban internasional yang relevan .
d)      Memiliki itikad baik untuk melakukan negosiasi dan proses yang damai .

2.      PENGAKUAN PEMERINTAH BARU
Tidak berhubungan dengan pengakuan Negara, jadi yang menolak pemerintahan tidak akan mengakibatkan Negara tersebut kehilangan status sebagai subjek Hukum Internasional .

            Menyangkut Kriteria :
a)      Pemerintahan yang permanen, apakah pemerintahan akan mempertahankan kekuasaannya dalam waktu lama .
b)      Pemerintahan yang ditaati rakyat .
c)      Penguasaan wilayah yang efektif .

3.      PENGAKUAN SEBAGAI PEMBERONTAK
Pengakuan ini diberikan kepada sekelompok pemberontak yang sedang melakukan pemberontakan terhadap pemerintahannya sendiri di suatu negara. Dengan memberikan pengakuan ini, bukan berarti negara yang mengakui itu berpihak kepada pemberontak. Maksud pemberian pengakuan ini yaitu agar pemberontak tidak diperlakukan sama dengan kriminal biasa . Namun, pengakuan ini sama sekali tidak menghalangi pemerintah yang sah untuk menumpas pemberontakan itu .

4.      PENGAKUAN BELIGERENSI
Pengakuan ini mirip dengan pengakuan sebagai pemberontak . Namun, sifat pengakuan ini lebih kuat daripada pengakuan sebagai pemberontak . Pengakuan ini diberikan bilamana pemberontak itu telah demikian kuatnya sehingga  seolah-olah ada dua pemerintahan yang sedang bertarung . Konsekuensi dari pemberian pengakuan ini adalah beligeren dapat memasuki pelabuhan negara yang mengakui, dapat mengadakan pinjaman, dll .

5.      PENGAKUAN SEBAGAI BANGSA
Pengakuan ini diberikan kepada suatu bangsa yang sedang berada dalam tahap membentuk negara . Mereka dapat diakui sebagai subjek Hukum Internasional. Konsekuensi hukumnyaa sama dengan konsekuensi hukum pengakuan beligerensi .

6.      PENGAKUAN HAK – HAK TERITORIAL dan SITUASI INTERNASIONAL yang BARU
Bentuk pengakuan ini bermula dari peristiwa penyerbuan Jepang ke Cina . Peristiwanya terjadi pada tahun 1931 dimana Jepang menyerbu Manchuria, salah satu provinsi Cina, dan mendirikan negara boneka di sana ( Manchukuo ) . Padahal Jepang adalah salah satu negara penandatangan Perjanjian Perdamaian Paris 1928, sebuah perjanjian pengakhiran perang . Dengan demikian maka penyerbuan Jepang itu jelas bertentangan dengan perjanjian yang ikut ditandatanganinya. Oleh karena itulah, penyerbuan Jepang ke Mnachuria itu diprotes keras oleh Amerika Serikat karena ttidak mengakui hak-hak territorial dan situasi internasional baru yang ditimbulkan oleh penyerbuan itu .

3.5  CARA PEMBERIAN PENGAKUAN
Dapat dibedakan menjadi 4 cara:
·         Pemberian pengakuan yang dilakukan secara tegas
Ditandai dengan adanya nota diplomatik atau pembukaan kedutaan besar di suatu negara. Contohnya : pembukaan kedutaan Palestina di Indonesia.
·         Pemberian pengakuan secara diam-diam atau tersirat
Didasarkan tindakan pihak yang bersangkutan sehingga adanya kesimpulan terdapat niat untuk memberi pengakuan.
Contohnya : menerima kunjungan kepala negara, mengibarkan bendera yang bersangkutan, menyampaikan pernyataan selamat, dll.
·         Pemberian pengakuan secara bersyarat
Adanya kewajiban yang harus dipenuhi negara itu. Konsekuensinya, apabila kewajiban tidak dipenuhi tidak akan menghapus pengakuan tetapi kemungkinan negara yang mengakui memutuskan hubungan diplomatic sebagai sanksi. Namun status pengakuan terhadap negara tersebut tidak dapat ditarik kembali.
Contohnya : Kongres Berlin 1928 yang mana member pengakuan terhadap Serbia dan Montenegro dengan syarat pemerintah Serbia dan Montenegro tidak memberlakukan larangan agama atau tidak boleh memaksakan penyimpangan agama terhadap warga negaranya.
·         Pemberian pengakuan secara kolektif
Pemberian pengakuan yang diberikan sekelompok negara kepada satu negara.
Contohnya : Masyarakat Eropa (Kongres Berlin) mengakui Bulgaria, ASEAN menerima Brunei menjadi anggota (1 Januari 1984).

3.6 AKIBAT HUKUM DARI PENGAKUAN
Pengakuan akan menimbulkan hak-hak dan kewajiban, kekuasaan-kekuasaan, privilege dari negara yang diakui menurut hukum internasional maupun hukum nasional negara yang memberi pengakuan. Yang perlu diperhatikan yaitu batas-batas antara hukum internasional dan hukum nasional. Kapasitas suatu negara yang diakui dapat dilihat dengan cara mengetahui kelemahan negara yang tidak diakui. Contohnya :
·         Negara itu tidak dapat berperkara di pengadilan yang belum mengakuinya
·         Tindakan dari suatu negara yang belum diakui tidak akan berakibat hukum di pengadilan negara yang tidak mengakuinya
·         Perwakilannya tidak dapat menuntut imunitas dari proses peradilan
·         Harta kekayaan negara yang tidak diakui sesungguhnya dapat dimiliki oleh wakil dari rezim yang telah digulingkan













IV. PENUTUP

KESIMPULAN
Lembaga pengakuan merupakan masalah yang cukup krusial dalam rana hukum internasional karena tidak ada satu ketentutan hukum internsional yang mengatur tentang lembaga pengakuan tersebut. Kerap kali dalam praktek sebagian besar negara, pengakuan merupakan masalah politik daripada masalah hukum.Kebijaksanaan dari suatu negara untuk mengkui negara lain ditentukan terutama oleh perlunya perlindungan atas kepentingan-kepentingan negara yang erat kaitannya dengan terpelihara hubungan dengan setiap negara baru atau pemerintah baru yang mungkin stabil dan tetap.

SARAN
Lembaga pengakuan memang memiliki tempat tersendiri dalam hukum internsaional, apabila suatu negara tidak diakui oleh negara lain maka negara tersebut tidak dapat mengadakan hubungan dengan negara yang bersangkutan.Dalam praktek cenderung lembaga pegakuan dihantui oleh nuansa politik, oleh karna itu terdapat suatu istilah bahwa lembaga pengkuan sebernya bukan sesuatu yang berdampak yuridis tetapi hanya sekedar kegiatan-kegiatan petimbangan kepentingan semata. Harapan kami dalam kesempatan ini agar negara tidak lagi menggunakan kepentingannya untuk memberikan pengakuan kepada negara lain. Kami berharapan agar ada ketentuan khusus yang secara limitatif menegasakan bahwa garis-garis besar suatu negara yang pantas diakui itu seperti apa, agar tidak ada lagi kerancuan yang terjadi seperti sebagian negara mengakui negara lain, sedangkan sebagian lagi tidak.

referensi 1) May Rudy, Teuku, Hukum Internasional 1, Refika Aditama, Bandung, 2006.

referensi lain menyusul 

No comments:

Post a Comment