Thursday 30 June 2016

Outsourcing menurut UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Putusan MK 27 2011, dan Putusan Menteri 19 2012



·         Menurut UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Dalam UU no. 13 Tahun 2003, Outsourcing secara jelas diatur pada pasa 64, 65 dan 66.

Dikatakan pada pasal 64 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada eprusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Dalam hal diatas, tidak dijelaskan pekerjaan yang bagaimana yang termasuk sebagai pekeraan Outsourcing, oleh karena itu perusahaan menentukan sendiri bagian-bagian mana yang merupakan pekerjaan dari Outsourcing.

Pada pasal 65 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. dijelaskan juga secara jelas syarat-syarat pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain, antara lain:
-          Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama
-          Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan
-          Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan
-          Tidak menghambat produksi secara langsung
-           
Perusahaan lain yang terlibat tersebut harus berbentuk badan hukum. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya, dan hubungan kerja tersebut dapat didasarkan atau perjajian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan pada pasal 59 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 65 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lebih menekankan kepada syarat-syarat dan penjelasan bagaimana Outsourcing dilakukan.
Pada pasal 66 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa pekerja atau buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok, yang artinya Outsourcing hanya boleh melakukan pekerjaan diluar pekerjaan pokok dari perusahaan tersebut, pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
(Pasal 66 ayat 2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
-          Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
-          Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dan /atau perjanjian kerja oleh kedua belah pihak
-          Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
-          Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini..
Dalam pasal 66 ini lebih dijelaskan lagi apa saja pekerjaan yang dilakukan oleh Outsourcing, intinya Outsourcing hanya menjalankan pekerjaan yang bukan pekerjaan pokok dari perusahaan tersebut.

·         Menurut Putusan MK 27/2011

Menurut putusan MK 27/2011, Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945 atas permintaan pemerintah. Dalam hal ini, permintaan pemohon salah satunya yaitu melakukan pengujian terhadap pasal 64, 65 dan 66 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menurut Mahkamah Konstitusi, penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan secara tertulis atau melalu perusahaan penyedia jasa pekerja atau buruh adalah kebijakan usaha yang wajar dari suatu perusahaan dalam rangka efisiensi usaha. Penyerahan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja yang demikian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 65 dan Pasal 66 UU 13/2003. Namun demikian, Mahkamah perlu meneliti aspek konstitusionalitas hak-hak pekerja yang dilindungi oleh konstitusi dalam hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja/buruh.

Pada keseluruhannya, Mahkamah Konstitusi hanya mengabulkan sebagian permintaan pemohon, yaitu:

-          Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
-          Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
(Dikutip langsung dari Putusan MK 27/2011)


·         Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia no. 19 Tahun 2012

Pada peraturan menteri no.19 tahun 2012 ini, dijelaskan syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan kepada perusahaan lain (Outsourcing). Tidak jauh berbeda dengan syarat syarat yang ada pada pasal 65 Undan-Undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Seperti halnya:
-          Perusahaan penerima pemborongan adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk menerima pelaksanaan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan.
-          Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan.  
-          Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pemborongan yang memuat hak dan kewajiban para pihak.  
-          dan lain-lain
Putusan menteri ini lebih memfokuskan kepada syarat-syarat bagaimana Outsourcing ini dilakukan sehingga lebih memberi kejelasan tentang syarat-syarat Outsourcing itu sendiri. Dalam putusan menteri no.19 tahun 2012 ini terdapat 6 bab, yang terdiri dari:
-          Ketentuan Umum
-          Pemborongan Pekerjaan
-          Penyedia Jasa Pekerja/Buruh
-          Pengawasan
-          Ketentuan Peralihan
-          Ketentuan Penutup

No comments:

Post a Comment