Wiliiam N. Dunn
menyebut istilah kebijakan publik dalam bukunya yang berjudul Analisis
Kebijakan Publik, pengertiannya sebagai berikut:
“Kebijakan
Publik (Public Policy) adalah pola
ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling
bergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat
oleh badan atau kantor pemerintah”
Kebijakan publik sesuai apa yang dikemukakan oleh Dunn mengisyaratkan
adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu dengan yang
lainnya, dimana didalamnya keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan.
Kebijakan publik yang dimaksud dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Suatu
kebijakan apabila telah dibuat, maka harus diimplementasikan untuk dilaksanakan
oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan
manusia, serta dievaluasikan agar dapat dijadikan sebagai mekanisme pengawasan
terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.[1]
1.
Perumusan
masalah merupakan langkah awal dalam pembuatan suatu kebijakan publik.
Menurut William N. Dunn suatu perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang
relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari
definisi masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan
agenda (agenda setting). Hal tersebut
menyimpulkan bahwa kebijakan publik dibuat dikarenakan adanya masalah publik
yang terjadi, sehingga permasalahan tersebut dapat diantisipasi dan mencapai
tujuan yang diharapkan. Dunn pun menjelaskan bahwa:
“Perumusan masalah dapat
membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis
penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan memadukan
pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan
yang baru”
Merumuskan masalah dapat dikatakan
tidaklah mudah karena sifat dari masalah publik bersifat kompleks. Oleh sebab itu
lebih baik dalam merumuskan masalah mengetahui lebih dulu karakteristik
permasalahannya. Pertama, suatu masalah tidak dapat berdiri sendiri oleh sebab
itu, selalu ada keterkaitan antara masalah yang satu dengan yang lain. Sehingga
dari hal tersebut mengharuskan dalam analisis kebijakan untuk menggunakan
pendekatan holistik dalam memecahkan masalah dan dapat mengetahui akar dari
permasalahan tersebut.
Kedua, masalah
kebijakan haruslah bersifat subyektif, dimana masalah tersebut merupakan hasil
dari pemikiran dalam lingkungan tertentu. Ketiga, yaitu suatu fenomena yang
dianggap sebagai masalah karena adanya keinginan manusia untuk mengubah
situasi. Keempat, suatu masalah kebijakan solusinya dapat berubah-ubah.
Maksudnya adalah kebijakan yang sama untuk masalah yang sama belum tentu
solusinya sama, karena mungkin dari waktunya yang berbeda atau lingkungannya
yang berbeda.
2.
Implementasi
Kebijakan Publik, Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif
pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah, implementasi
berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program,
dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir. Seorang eksekutif
mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik
yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap
perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah
bagi relisasi program yang dilaksanakan. Dunn mengistilahkan implementasi
dengan lebih khusus dengan menyebutnya implementasi kebijakan (policy implemtation) adalah pelaksanaan
pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu.[2]
Implementasi
kebijakan menurut pendapat di atas, tidak lain berkaitan dengan cara agar
kebijakan dapat mencapai tujuan. Kebijakan publik tersebut diimplementasikan
melalui bentuk program-program serta melalui turunan. Turunan yang dimaksud
adalah dengan melalui proyek intervensi dan kegiatan intervensi. Menurut Darwin
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan proses
implementasi yang perlu dilakukan, setidaknya terdapat empat hal penting dalam
proses implementasi kebijakan, yaitu pendayagunaan sumber, pelibatan orang atau
sekelompok orang dalam implementasi, interpretasi, manajemen program, dan
penyediaan layanan dan manfaat pada public.
Persiapan
proses implementasi kebijakan agar suatu kebijakan dapat mewujudkan tujuan yang
diinginkan harus mendayagunakan sumber yang ada, melibatkan orang atau
sekelompok orang dalam implementasi, menginterprestasikan kebijakan, program
yang dilaksanakan harus direncanakan dengan manajemen yang baik, dan
menyediakan layanan dan manfaat pada masyarakat. Berkaitan dengan faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono mengutip pendapat
G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan
Aplikasi), mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis.
Faktor-faktor tersebut adalah:
1.
Kondisi lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi
implementasi kebijakan, lingkungan tersebut mencakup lingkungan sosio cultural serta
keterlibatan penerima program.
2.
Hubungan antar organisasi. Implementasi sebuah program
perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan
koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
3.
Sumberdaya organisasi untuk implementasi program.
Implementasi kebijakan perlu disukung sumberdaya, baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya
non-manusia (non human resources).
4.
Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana. Maksudnya
adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang
terjadi dalam birokrasi dimana semua itu akan mempengaruhi implementasi suatu
program
Berdasarkan
faktor di atas, yaitu kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi, sumberdaya
organisasi untuk mengimplementasi program, karakteristik dan kemampuan agen
pelaksana merupakan hal penting dalam mempengaruhi suatu implementasi program.
Sehingga faktor-faktor tersebut menghasilkan kinerja dan dampak dari suatu
program yaitu sejauh mana program tersebut dapat mencapai sasaran atau tujuan
yang telah ditetapkan.
3.
Evaluasi
Kebijakan Publik, Evaluasi merupakan salah satu tingkatan di dalam proses
kebijakan publik, evaluasi adalah suatu cara untuk menilai apakah suatu
kebijakan atau program itu berjalan dengan baik atau tidak. Evaluasi mempunyai
definisi yang beragam, William N. Dunn, memberikan arti pada istilah evaluasi
bahwa:
“Secara umum
istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating)
dan penilaian (assessment), kata-kata
yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan
nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi
informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan”
Pengertian di
atas menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan merupakan hasil kebijakan dimana pada
kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran kebijakan. Bagian
akhir dari suatu proses kebijakan adalah evaluasi kebijakan. Menurut Lester dan
Stewart yang dikutip oleh Leo Agustino dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar
Kebijakan Publik bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian
kegagalan suatu kebijakan
dan untuk mengetahui apakah kebijakan
telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan.
Jadi, evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik dapat
meraih hasil yang diinginkan.
Ada beberapa hal yang penting
diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu:
a.
Bahwa penilaian merupakan fungsi organik karena
pelaksanaan fungsi tersebut turut menentukan mati hidupnya suatu organisasi.
b.
Bahwa penilaiaan itu adalah suatu proses yang berarti
bahwa penilaian adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh administrasi
dan manajemen
c.
Bahwa penilaian menunjukkan jurang pemisah antara hasil
pelaksanaan yang sesungguhnya dengan hasil yang seharusnya dicapai”
Pendapat di
atas dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan
yang telah dicapai dengan hasil yang seharusnya menurut rencana. Sehingga
diperoleh informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan, serta dapat
dilakukan perbaikan bila terjadi penyimpangan di dalamnya. Menurut Muchsin,
evaluasi kebijakan pemerintah adalah sebagai hakim yang menentukan kebijakan
yang ada telah sukses atau gagal mencapai tujuan dan dampak-dampaknya (Muchsin
dan Fadillah, 2002:110). Evaluasi kebijakan pemerintah dapat dikatakan sebagai
dasar apakah kebijakan yang ada layak untuk dilanjutkan, direvisi atau bahkan
dihentikan sama sekali.
4.
Fungsi dan
Karakteristik Evaluasi Kebijakan Publik, Evaluasi memainkan sejumlah fungsi
utama dalam analisis kebijakan. Menurut William N. Dunn fungsi evaluasi, yaitu:
“Pertama, dan
yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi
dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis
kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi”
Berdasarkan
pendapat William N. Dunn di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan
suatu proses kebijakan yang paling penting karena dengan evaluasi kita dapat
menilai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan dengan melalui tindakan
publik, dimana tujuan-tujuan tertentu dapat dicapai. Sehingga kepantasan
dari kebijakan dapat dipastikan dengan alternatif kebijakan yang baru
atau merevisi kebijakan. Evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya
dari metode-metode analisis kebijakan lainnya yaitu:
a.
Fokus nilai,
Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut
keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program.
b.
Interdependensi Fakta-Nilai, Tuntutan evaluasi
tergantung baik ”fakta” maupun “nilai”.
c.
Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau, Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokat,
diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan.
d.
Dualitas nilai,
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena
mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.
Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik evaluasi terdiri dari
empat karakter. Yang pertama yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah
penilaian dari suatu kebijakan dalam ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran
kebijakan. Kedua yaitu interdependensi fakta-nilai, karena untuk menentukan
nilai dari suatu kebijakan bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga
dilihat dari bukti atau fakta bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah
tertentu. Ketiga yaitu orientasi masa kini dan masa lampau, karena tuntutan
evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu sehingga hasil evaluasi
dapat dibandingkan nilai dari kebijakan tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai,
karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh
berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang diperlukan dalam mempengaruhi
pencapaian tujuan-tujuan lain.
No comments:
Post a Comment