Migrasi bukanlah fenomena yang baru. Selama berabad-abad, manusia
telah melakukan perjalanan untuk berpindah mencari kehidupan yang lebih baik di
tempat yang lain. Dalam beberapa dekade terakhir ini, proses globalisasi telah
meningkatkan faktor yang mendorong para imigran untuk mencari peruntungan di
luar negeri. Hal ini kemudian menyebabkan meningkatnya jumlah aktivitas migrasi
dari negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Eropa Timur
ke Eropa Barat, Australia dan Amerika Utara (http://www.interpol.int/). Berangkat dari fenomena
inilah kemudian muncul praktik penyimpangan, yaitu melakukan aksi untuk
memindahkan manusia ke negara-negara tujuan secara ilegal karena batasan dan
ketidakmampuan dari para imigran dalam memenuhi syarat sebagai imigran resmi.
Ilegal
migration diartikan sebagai suatu usaha untuk memasuki suatu wilayah tanpa
izin. Imigran gelap dapat pula berarti bahwa menetap di suatu wilayah melebihi
batas waktu berlakunya izin tinggal yang sah atau melanggar atau tidak memenuhi
persyaratan untuk masuk ke suatu wilayah secara sah (Gordon H. Hanson).
Terdapat tiga bentuk dasar dari imigran gelap yakni sebagai berikut;
·
Melintasi perbatasan
secara ilegal (tidak resmi).
·
Melintasi
perbatasan dengan cara, yang secara sepintas adalah resmi (dengan cara yang
resmi), tetapi sesungguhnya menggunakan dokumen yang dipalsukan atau
menggunakan dokumen resmi milik seseorang yang bukan haknya, atau dengan
menggunakan dokumen remsi dengan tujuan yang ilegal.
·
Tetap
tinggal setelah habis masa berlakunya status resmi sebagai imigran resmi
(Friedrich Heckmann).
Philip Martin dan Mark Miller menyatakan bahwa smuggling merupakan
suatu istilah yang biasanya diperuntukkan bagi individu atau kelompok , demi
keuntungan, memindahkan orang-orang secara tidak remsi (melanggar ketentuan
Undang-Undang) untuk melewati perbatasan suatu negara. Sedangkan PBB dalam
sebuah Konvensi tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi memberikan
definisi dari smuggling of migrants sebagai sebuah usaha pengadaan secara
sengaja untuk sebuah keuntungan bagi masuknya seseorang secara ilegal ke dalam
suatu negara dan/atau tempat tinggal yang ilegal dalam suatu negara, dimana orang
tersebut bukan merupakan warga negara atau penduduk tetap dari negara yang
dimasuki (Philip, op cit).
Indonesia
merupakan salah satu negara yang harus berhadapan dengan permasalahan orang
asing pencari suaka dan pengungsi yang masuk dan tinggal di wilayah Indonesia.
Meski bukan negara tujuan, dengan konsekuensi letak geografis, negara Indonesia
merupakan tempat persinggahan terakhir dari gelombang pencari suaka dan
pengungsi untuk ke negara tujuan, yaitu Australia. Kehadiran imigran
ilegal tersebut akan memunculkan
masalah demografi (Kependudukan); dan berkaitan dengan konflik ekonomi sosial
serta berbanding lurus dengan tingkat kriminalitas. Selain itu merupakan sebuah implikasi lemahnya sistem keamanan NKRI sehingga
melahirkan permasalahan tersendiri dan sangat signifikan di Indonesia yaitu
timbulnya dampak di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan
nasional, dan kerawanan keimigrasian, karena tak sedikit kasus yang juga
mengindikasikan adanya penyelundupan manusia.
Seperti
beberapa contoh berikut terkait permasalahan baru yang harus ditanggung
Indonesia bila tidak menanggapi serius isu imigran gelap. ketika para imigran ilegal
berinteraksi dan bersosialisasi dengan warga yang tinggal
sekitar Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi)
, Imigran ilegal dapat menyebarkan pengaruh negatif: minuman keras, pelecehan seksual,
perselingkuhan, seks bebas hingga permasalahan hutang-piutang di warung serta
tindakan asusila lainnya melawan moral dan etika bangsa Indonesia.
No comments:
Post a Comment